|
Salah satu garapan tari yang mengawali
munculnya tari Kontemporer Bali modern adalah Cak Tarian
Rina, karya Sardono
W. Kusumo di Banjar Teges Kanginan Gianyar
pada tahun 1972. Ketika itu Sardono dan sejumlah
seniman muda dari Taman Ismail Marzuki Jakarta memasukkan
ide-ide gerak dan cerita baru (Subali-Sugriwa)
ke dalam Cak ini. Lampu-lampu cak yang berbentuk piramid
diganti dengan obor-obor yang dapat dibawa bergerak oleh
para pemain, sementara pola kakilitan cak masih tetap
dipertahankan. Di dalam beberapa bagian dari adegan Cak
Rina ini muncul anak-anak menari, sebagian ada yang telanjang
yang kemudian menjadikan pagelaran ini sebuah kontroversi
dan karya ini nyaris ditolak oleh para pengamat seni di
Bali.
Dua tahun kemudian Sardono menggarap
Calonarang di desa Krambitan (Tabanan Bali)
yang melahirkan Dongeng dari Dirah. Berbeda dengan
tarian Cak Rina, Dongeng dari Dirah berhasil menarik
perhatian masyarakat setempat dan memperoleh kesuksesan
besar di Paris. Dengan suksesnya ini, kemarahan masyarakat
Bali terhadap Sardono atas Cak Rina-nya nampak
agak mengendor dan diam-diam beberapa pengamat seni di daerah
ini mulai mengagumi karya seniman kelahiran Surakarta ini.
Mulai diterimanya garapan tari kontemporer
seperti ini oleh kalangan penonton dan masyarakat setempat
merupakan angin sejuk bagi pertumbuhan tari Kontemporer
di Bali. Ada sedikitnya 3 buah garapan tari Bali Kontemporer
yang patut diketengahkan sebagai bukti munculnya kreasi
tari yang sudah mempunyai 'jarak' artistik yang cukup jauh
dengan tradisi yang melahirkannya, dan yang mencoba memasukkan
unsur-unsur budaya global. Ketiga garapan modern yang dimaksud
adalah Setan Bercanda
(1976) dan Barong-Barongan
(1985) yang keduanya merupakan karya I
Wayan Dibia dan tari Ngelawang
atau "Barong Nglawang" karya I
Ketut Suteja.
|